Jumat, 08 Juni 2012

ESENSI AJARAN ISLAM

Esensi Ajaran Islam
ESENSI AJARAN ISLAM
TENTANG KESALEHAN INDIVIDU DAN SOSIAL
I. Pendahuluan
Secara konseptual-doktrinal telah diketahui bahwa Islam adalah agama yang membawa ajaran yang menyeluruh dan paripurna bagi kelangsungan hidup manusia di dunia. Andaikan di alam semesta ini tidak terdapat makhluk yang berjenis manusia, maka agama Islam tidak perlu diwahyukan oleh Allah SWT. Sebab pada esensinya, yang benar-benar membutuhkan kepada agama Islam adalah manusia. Dapat dibayangkan, andaikan seluruh manusia di planet bumi ini tidak ada satu pun yang beragama Islam, maka diduga kuat suatu hukum rimba akan berlaku bagi seluruh manusia, pihak yang kuat akan memaksakan kehendak kepada pihak yang lemah, pihak yang berkuasa akan bertindak imperialistik pada pihak yang dikuasai. Dari sudut pandang ini, betapa pun ada pihak-pihak yang tidak menyukai komunitas masyarakat Islam di bumi, sungguh suasana kondusif dan terjaganya harmonitas sosial dunia juga karena di-support secara serius oleh elite-elite pemimpin Islam internasional.

Dari sekian macam ajaran Islam, salah satu esensinya yang terpenting adalah urgensi kesalehan yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata umat manusia. Kesalehan di sini bukan sekedar konsep teoritis dan paradigmanya, tetapi kesalehan yang diwujudkan secara nyata dalam bentuk tindakan yang bercorak benar dan baik. Lalu siapa yang harus melakukannya ? Tentu oleh setiap individu yang berikrar telah beragama Islam dan secara mukallaf telah bersedia menunaikan seluruh ajaran agama ini.

Dalam perspektif ini, figur individu muslim/muslimah menjadi penting dalam suatu komunitas masyarakat, baik secara homogen atau heterogen. Karena individu dengan individu lainnya yang berdiam di suatu lokasi dan merasa saling membutuhkan satu sama lain, pada gilirannya akan membentuk suatu masyarakat yang permanen. Nah, dalam konteks ini, ajaran agama Islam kemudian menyodorkan suatu ajaran tentang ibadah kepada Allah SWT yang berkategori ibadah mahdhah dan ibadah mu’amalah. Dua kategori ibadah inilah yang mempertemukan urgensi figur individu dengan figur komunitas masyarakat.

II. Urgensi Kemerdekaan Bagi Individu dan Masyarakat

Individu semacam apa yang ideal mampu merintis suatu masyarakat yang Islami ? Jawabannya sederhana, yaitu individu yang menyadari betapa dirinya telah memperoleh tiga nikmat penting dari Allah SWT, yaitu nikmat kehidupan, nikmat kemerdekaan, dan nikmat hidayah iman.

Nikmat yang pertama, nikmat kehidupan sungguh merupakan nikmat yang taken for granted atau ready for use. Kehidupan yang diberikan oleh Allah telah dilengkapi dengan hardware (jasmani) dan software (insting, rohani, hati nurani dan ruh) yang serba terbaik. Durasi detak jantung yang dimiliki mereka yang tetap tak berubah, oleh Allah dikendalikan secara gratis, tanpa memungut biaya sewa dari mereka.

Nikmat kedua, nikmat kemerdekaan juga merupakan nikmat yang serba terbaik, karena Allah melengkapi nikmat ini dengan potensi akal pikir dan akal budi. Dengan potensi ini manusia termotivasi untuk belajar dan belajar, agar menguasai ilmu secara seluas-luasnya, sehingga cara dan metode ibadah mereka kepada Allah benar-benar sesuai dengan ajaran agama Islam, di mana dengan ini pula manusia mampu makhluk-Nya yang derajatnya tertinggi karena mampu memangku predikat khalifah di bumi yang dilaksanakannya sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah.

Namun, kemerdekaan yang dimiliki oleh manusia bukanlah kemerdekaan yang serba tidak terbatas. Kemerdekaan itu tentu relatif, karena dibatasi oleh kemerdekaan pihak lain. Dalam arti lain, ada kemerdekaan lain selain kemerdekaan individu, yaitu kemerdekaan masyarakat. Faktor kemerdekaan yang secara inheren sebagai HAM (Hak Asasi Manusia) ini baru bisa terwujudkan secara benar dan baik apabila masing-masing individu menyadari tentang kuantitas dan kualitas hak dan kewajibannya masing-masing. Semakin besar dan luas hak yang dimiliki, maka akan semakin besar dan luas pula kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakannya. Hak dan kewajiban tersebut tentu terkemas secara tertulis atau tidak tertulis. Akan tetapi semua hal itu tetap harus korelatif dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, dan hal ini baru mudah dan ringan rasanya melaksanakannya bilamana di dalam setiap jiwa telah tertanam komitmen pribadi maupun komitmen sosial. Sebab jika perihal komitmen ini tipis kualitasnya, maka yang akan terjadi tak lebih dari sebuah verbalisme belaka. Dengan verbalisme ini seseorang merasa telah berbuat sesuatu hanya karena telah mengatakan, mengucapkan atau menghafal rumusan-rumusan atau teori.

Adapun nikmat ketiga, nikmat hidayah iman adalah nikmat yang tertinggi, karena manifestasi nikmat ini menentukan kualitas hubungan seorang individu dengan Allah, sehingga jika nikmat ini diikuti dengan perilaku hidup yang sesuai ajaran agama Islam maka potensi berpikir dan potensi berdzikir yang dimilikinya akan mengantarkannya sebagai ulul albab yang saleh / musleh.

III. Urgensi Mempermutu Peradaban Masyarakat

Kira-kira mudahkah menjabarkan atau memberdayakan nilai-nilai kemerdekaan itu ? Tentu tidak mudah. Karena secara internal, setiap individu memiliki hawa nafsu yang senantiasa menggodanya untuk melakukan perbuatan maksiat yang penuh dosa. Sehingga kunci strategisnya adalah haruslah disepakati bahwa hawa nafsu itu adalah musuh bersama yang harus diwaspadai setiap waktu. Jika musuh bersama mampu dijinakkan atau dikendalikan, maka dua langkah berikutnya akan mudah dilaksanakan.

Langkah apakah itu ? Yaitu langkah amal saleh secara internal dan amal saleh secara eksternal. Langkah amal saleh internal adalah sebagai berikut: (1) Mempermutu kecerdasan dan potensi kreativitas pribadi. (2) Mempermutu hidup istri, anak-anak dan keluarga secara sakinah, mawaddah dan rahmah. (3) Menajamkan wawasan teologis, bahwa cinta kepada Allah harus dibuktikan dalam bentuk cinta kepada sesama manusia secara enak dan harmonistik. (4) Melakukan perubahan individu yang sistematis dan berkarakter positif di mana hanya dapat dilakukan melalui strategi dan pelaksanaan sistem pendidikan yang Islami.

Adapun langkah amal saleh eksternal adalah langkah individual yang berdimensi sosial-budaya, yaitu: (1) Mempermutu budaya dan peradaban masyarakat. (2) Meng-advokasi kaum lemah dan para mustdh’afin. (3) Menajamkan wawasan teologis, bahwa kualitas sejarah umat sangat ditentukan oleh penjabaran keberimanan kepada Allah dalam setiap dinamika sosial budaya. (4) Melakukan perubahan sosial yang sistematis dan mengikat di mana dalam hal ini hanya dapat dilakukan melalui perjuangan politik di dalam forum parlemen negara.

Dua langkah tersebut dimungkinkan tidak mudah dilaksanakan. Sebab corak budaya masyarakat Indonesia lebih banyak yang bermodel paguyuban sehingga elite-elite pemimpinnya lebih memilih pola hubungan yang feodalistik. Dalam pola ini, kalau pun teori modernisasi budaya diterapkan, hasilnya tetap hanya menyentuh aspek ekonomi, sebab selain aspek ekonomi memang sengaja diseret ke suasana budaya bisu. Contohnya, sistem ekonomi modern yang diterapkan rezim orde baru (1967-1998) sangat leluasa diwujudkan karena disertai sistem budaya dan politik yang otoriter. Melawan sistem ekonomi jenis ini hanya bisa dengan perubahan lewat teori struktural, kata Arief Budiman.

Sedangkan langkah perjuangan politik melalui forum parlemen, idealisasi perubahan sosial yang bermutu dan berdimensi masyarakat madani juga tidak mudah dilaksanakan. Sebab SDM (sumber daya manusia) yang ter-rekrut ke lembaga-lembaga negara, baik legislatif, eksekutif atau yudikatif, masih ber- asal dari SDM-SDM yang terkontaminasi virus-virus negatif budaya politik orde baru. Hal semacam itu yang kini menjadi episode-episode yang menyedihkan di tingkat nasional akhir-akhir ini.

Maka apakah solusinya harus selalu berbentuk demonstrasi ? Tentu tidak ! Apalagi ditengarai ada sekian demonstrasi yang merupakan pesanan pihak-pihak tertentu yang berkepentingan terhadap persoalan politik tertentu. Bahkan ada sekian tukang becak yang disewa untuk ikut berdemonstrasi dengan bayaran sesuai dengan pendapatan becak mereka biasanya sehari-hari.
Itulah problematika bangsa Indonesia ini !
Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar